Sejarah Jurnalistik Indonesia

Friday, October 10, 2014 0 komentar
Sejarah Jurnalistik Indonesia atau jurnalisme berasal dari kata journal yang artinya catatan sehari-hari atau bisa juga di artikan surat kabarJournal sendiri berasal dari bahasa latin 'diurnalis' yang berarti orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.

Di Indonesia pernah dikenal istilah publistik untuk jurnalisme. Itilah tersebut di gunakan karena beberapa kampus di Indonesia berkiblat pada jurnalisme di Eropa. Kemunculan istilah jurnalistik berasal dari Amerika Serikat, yang mengganti istilah publistik yang selanjutnya mengalami perkembangan.
Sebelum Medan Prijaji, Belanda telah terlebih dahulu mencetak tabloid bernama Batavis Novelis di tahun 1744, disusul dengan Vandu News di tahun 1776.
Kehidupan jurnalistik di Indonesia di mulai oleh Belanda saat masih menjajah negeri ini, dan para pejuang kemerdekaan menggunakan istilah jurnalistik sebagai alat perjuangan kemerdekaan. Pada waktu itu telah terbit beberapa koran yang menyuarakan kemerdekaan seperti Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode dan Medan Prijaji yang merupakan koran pertama di Indonesia.
Indonesia sendiri pernah menerbitkan media cetak bernama Bromas Tani dan Biang Lala (1854) dan Surat Kabar Melayok (1856) yang menjadi langkah awal berdirinya jurnalistik Indonesia.


Pada tanggal 13 Des 1937 didirikan kantor berita pertama bernama ANTARA. Kantor berita ini di gunakan sebagai kantor berita perjuangan hingga 17 Agust 1945, sekaligus sebagai tonggak resmi berdirinya jurnalistik Indonesia. ANTARA didirikan oleh tiga orang pejuang jurnalistik kemerdekaan yaitu Soemanang, A.M. Sipanhoentar dan Adam Malik.

Pada masa-masa kemerdekaan mulai di kenal Radio, dan di bangunlah stasiun Radio pertama bernama Radio Republik Indonesia (RRI). Bung Tomo pernah menggunakan RRI untuk menyerukan kemerdekaan Indonesia, yang kemudian membangkitkan semangat kemerdekaan kepada seluruh masyarakat Indonesia. sedangkan televisi pertama di gunakan di tahun 1962 menjelang ASIAN GAMES ke-IV.

Sewaktu Jepang menguasai Indonesia, media cetak di larang terbit. Namun para pejuang jurnalistik tetap berusahan menerbitkan media cetak. Hingga akhirnya ada lima media cetak yang mendapatkan ijin terbit: Asia Raja, Sinar Baru, Suara Asia, Tjahaja, dan Sinar Matahari.

Masa orde baru merupakan masa yang cukup suram bagi dunia jurnalistik, karena terjadi banyak pembredelan oleh pemerintah. Kontrol publikasi media di pegang oleh Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang merupakan corong pemerintah.

Kondisi ini memunculkan reaksi dari para insan jurnalistik dan mendorong mereka mendirikan Aliansi Jurnalis Indepen (AJI) di Jawa Barat. Pemerintah segera bertindak dengan memenjarakan beberapa aktivis AJI dan hal ini merupakan pukulan berat bagi dunia jurnalistik di Indonesia.

Kasus yang paling fenomenal di masa Orde Baru adalah peristiwa Malari. Dimana pemerintah memberedel sebanyak 12 media cetak dan mencabut ijin terbit sejumlah media di Indonesia antara lain Tempo, deTIK dan Editor yang dianggap terlalu kritis terhadap pemerintah.

Setelah era reformasi, barulah muncul kebebasan dalam pers dan melahirkan media-media baru yang bermunculan bagai jamur saat hujan, juga berbagai organisasi pers dan jurnalistik diluar PWI.

Media televisi dan radio juga tumbuh subur menyiarkan berita ke seluruh penjuru negeri. Kini berita lagi hanya di nikmati melalui koran atau tabloid. Dunia pers dan jurnalistik pun mulai melebarkan sayapnya.

Untuk mengontor kebabasan pers dan penyiaran maka pemerintah membentuk Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 yang di keluarkan oleh dewan pers. Pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang penyiaran No. 32 tahun 2002 melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Peraturan ini mau tak mau harus di patuhi oleh persatuan jurnalistik Indonesia.


sumber: http://rirooyyy.blogspot.com/2012/10/sejarah-jurnalistik-di-indonesia.html

http://purbagaleri.blogspot.com/

purba galeri

0 komentar:

Post a Comment

 

©Copyright 2011 Purba Galeri | TNB